Tidak diragukan lagi bahwa jihad
adalah amal kebaikan yang Allah syari’atkan dan menjadi sebab kokoh dan
kemuliaan umat islam. Sebaliknya (mendapatkan kehinaan) bila mereka
meninggalkan jihad di jalan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang
shohih [1] :Dari Ibnu Umar beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah
bersabda, “Apabila kalian telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan
ridho dengan pertanian serta meninggalkan jihad maka Allah akan menimpakan
kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak mencabutnya dari kalian sampai kalian
kembali kepada agama kalian.” (HR Abu Daud)
Ibnu Taimiyah menyatakan: “Tidak diragukan lagi bahwa jihad dan melawan orang yang menyelisihi para rasul dan mengarahkan pedang syariat kepada mereka serta melaksanakan kewajiban-kewajiban disebabkan pernyataan mereka untuk menolong para nabi dan rasul dan untuk menjadi pelajaran berharga bagi yang mengambilnya sehingga dengan demikian orang-orang yang menyimpang menjadi kapok, termasuk amalan yang paling utama yang Allah perintahkan kepada kita untuk menjadikannya ibadah mendekatkan diri kepadaNya” [2].
Ibnu Taimiyah menyatakan: “Tidak diragukan lagi bahwa jihad dan melawan orang yang menyelisihi para rasul dan mengarahkan pedang syariat kepada mereka serta melaksanakan kewajiban-kewajiban disebabkan pernyataan mereka untuk menolong para nabi dan rasul dan untuk menjadi pelajaran berharga bagi yang mengambilnya sehingga dengan demikian orang-orang yang menyimpang menjadi kapok, termasuk amalan yang paling utama yang Allah perintahkan kepada kita untuk menjadikannya ibadah mendekatkan diri kepadaNya” [2].
Namun amal kebaikan ini harus
memenuhi syarat ikhlas dan sesuai dengan syariat islam. Karena keduanya adalah
syarat diterima satu amalan. Disamping juga jihad bukanlah perkara mudah bagi
jiwa dan memiliki hubungan dengan pertumpahan darah, jiwa dan harta yang
menjadi perkara agung dalam Islam sebagaimana disampaikan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:Sesungguhnya darah, kehormatan dan
harta kalian diharamkan atas kalian (saling mendzoliminya) seperti kesucian
hari ini, pada bulan ini dan di negri kalian ini sampai kalian menjumpai Robb
kalian, ketahuilah apakah aku telah menyampaikan? Mereka menjawab: Ya. Maka
beliau pun berkata: Ya Allah persaksikanlah, maka hendaklah orang yang hadir
menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena terkadang yang disampaikan lebih
mengerti dari yang mendengar langsung. Maka janganlah kalian kembali kufur
sepeninggalku, sebagian kalian saling membunuh sebagian lainnya.
(Muttafaqun ‘Alaihi) [3]
Demikian agungnya perkara jihad ini
menuntut setiap muslim melakukannya untuk menggapai cinta dan keridhoan Allah.
Tentu saja hal ini menuntut pelakunya untuk komitmen terhadap ketentuan dan
batasan syari’at, komitmen terhadap batasan dan hukum Al Qur’an dan Sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, merealisasikan target dan
tujuan syari’at tanpa meninggalkan satu ketentuan dan batasannya, agar selamat
dari sikap ekstrim dan berlebihan sehingga jihadnya menjadi jihad syar’i diatas
jalan yang lurus dan dia mendapatkan akibat dan pahala yang besar diakhirat
nanti. Hal itu karena ia berjalan diatas cahaya ilahi, petunjuk dan ilmu dari
Al Qur’an dan sunnah NabiNya shallallahu ‘alaihi wa sallam. [4]
Oleh karena itu, sudah menjadi
kewajiban bagi setiap muslim untuk belajar mengenai konsep islam tentang jihad
secara benar dan bertanya kepada para ulama pewaris nabi tentang hal-hal yang
belum ia ketahui. Apalagi dalam permasalahan yang sangat penting dan berbahaya
ini, dan di masa kaum muslimin tidak mengenal syari’atnya dengan benar. Sebab
bisa jadi yang dianggap jihad syar’i sebenarnya adalah jihad bid’ah.
Pengertian Jihad dalam Pandangan
Islam.
Kata Jihad berasal dari kata Al Jahd (ُالجَهْد) dengan difathahkan huruf jimnya yang bermakna kelelahan dan kesusahan atau dari Al Juhd (الجُهْدُ) dengan didhommahkan huruf jimnya yang bermakna kemampuan. Kalimat (بَلَغَ جُهْدَهُ) bermakna mengeluarkan kemampuannya. Sehingga orang yang berjihad dijalan Allah adalah orang yang mencapai kelelahan untuk dzat Allah dan meninggikan kalimatNya yang menjadikannya sebagai cara dan jalan menuju surga. Dibalik jihad memerangi jiwa dan jihad dengan pedang, ada jihad hati yaitu jihad melawan syetan dan mencegah jiwa dari hawa nafsu dan syahwat yang diharamkan. Juga ada jihad dengan tangan dan lisan berupa amar ma’ruf nahi mungkar. [5]
Kata Jihad berasal dari kata Al Jahd (ُالجَهْد) dengan difathahkan huruf jimnya yang bermakna kelelahan dan kesusahan atau dari Al Juhd (الجُهْدُ) dengan didhommahkan huruf jimnya yang bermakna kemampuan. Kalimat (بَلَغَ جُهْدَهُ) bermakna mengeluarkan kemampuannya. Sehingga orang yang berjihad dijalan Allah adalah orang yang mencapai kelelahan untuk dzat Allah dan meninggikan kalimatNya yang menjadikannya sebagai cara dan jalan menuju surga. Dibalik jihad memerangi jiwa dan jihad dengan pedang, ada jihad hati yaitu jihad melawan syetan dan mencegah jiwa dari hawa nafsu dan syahwat yang diharamkan. Juga ada jihad dengan tangan dan lisan berupa amar ma’ruf nahi mungkar. [5]
Sedangkan Ibnu Rusyd (wafat tahun
595 H) menyatakan: “Jihad dengan pedang adalah memerangi kaum musyrikin atas
agama, sehingga semua orang yang menyusahkan dirinya untuk dzat Allah maka ia
telah berjihad dijalan Allah, namun kata jihad fi sabilillah bila disebut
begitu saja maka tidak terfahami kecuali untuk makna memerangi orang kafir
dengan pedang sampai masuk islam atau memberikan upeti dalam keadaan rendah dan
hina” [6].
Ibnu Taimiyah (wafat tahun 728H)
mendefinisikan jihad dengan pernyataan: “Jihad artinya mengerahkan seluruh
kemampuan yaitu kemampuan mendapatkan yang dicintai Allah dan menolak yang
dibenci Allah” [7].
Dan beliau juga menyatakan: “Jihad
hakikatnya adalah bersungguh-sungguh mencapai sesuatu yang Allah cintai berupa
iman dan amal sholeh dan menolak sesuatu yang dibenci Allah berupa kekufuran,
kefasikan dan kemaksiatan” [8].
Tampaknya tiga pendapat diatas
sepakat dalam mendefinisikan jihad menurut syariat islam, hanya saja penggunaan
lafadz jihad fi sabilillah dalam pernyataan para ulama biasanya digunakan untuk
makna memerangi orang kafir. Oleh karena itu Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin
Al ‘Abaad menyatakan bahwa definisi terbaik dari jihad adalah definisi Ibnu
Taimiyah diatas dan beliau menyatakan: Terfahami dari pernyataan Ibnu Taimiyah
diatas bahwa jihad dalam pengertian syar’i adalah nama yang meliputi penggunaan
semua sebab dan cara untuk mewujudkan perbuatan, perkataan dan keyakinan
(i’tiqad) yang Allah cintai dan ridhoi dan menolak perbuatan, perkataan dan
keyakinan yang Allah benci dan murkai. [9]
Jenis dan Tingkatan Jihad
Kata jihad bila didengar banyak orang maka konotasinya adalah jihad memerangi orang kafir. Padahal hal ini hanyalah salah satu dari bentuk dan jenis jihad karena pengertian jihad lebih umum dan lebih luas dari hal tersebut. Oleh karena itu, Imam Ibnul Qayyim menjelaskan jenis jihad ditinjau dari obyeknya dengan menyatakan: Jihad memiliki empat martabat, yaitu jihad memerangi nafsu, jihad memerangi syetan, jihad memerangi orang kafir dan jihad memerangi orang munafik. [10] Namun dalam keterangan selanjutnya Ibnu Al Qoyyim menambah dengan jihad melawan pelaku kezaliman, bid’ah dan kemungkaran.[11]
Kata jihad bila didengar banyak orang maka konotasinya adalah jihad memerangi orang kafir. Padahal hal ini hanyalah salah satu dari bentuk dan jenis jihad karena pengertian jihad lebih umum dan lebih luas dari hal tersebut. Oleh karena itu, Imam Ibnul Qayyim menjelaskan jenis jihad ditinjau dari obyeknya dengan menyatakan: Jihad memiliki empat martabat, yaitu jihad memerangi nafsu, jihad memerangi syetan, jihad memerangi orang kafir dan jihad memerangi orang munafik. [10] Namun dalam keterangan selanjutnya Ibnu Al Qoyyim menambah dengan jihad melawan pelaku kezaliman, bid’ah dan kemungkaran.[11]
Kemudian beliau menjelaskan 13
martabat bagi jenis-jenis jihad diatas dengan menyatakan: Lalu jihad memerangi
nafsu memiliki empat tingkatan:
1. Jihad memeranginya untuk belajar petunjuk ilahi dan agama yang lurus yang menjadi sumber keberuntungan dan kebahagian dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Siapa yang kehilangan ilmu petunjuk ini maka akan sengsara di dunia dan akhirat.
2. Jihad memeranginya untuk mengamalkannya setelah mengetahuinya. Kalau tidak demikian, maka sekadar hanya mengilmuinya tanpa amal, jika tidak membahayakannya, maka tidak akan memberi manfaat.
3. Jihad memeranginya untuk berdakwah dan mengajarkan ilmu tersebut kepada yang tidak mengetahuinya. Kalau tidak demikian, ia termasuk orang yang menyembunyikan petunjuk dan penjelasan yang telah Allah turunkan. Dan ilmunya tersebut tidak bermanfaat dan tidak menyelamatkannya dari adzab Allah.
4. Jihad memeranginya untuk tabah menghadapi kesulitan dakwah, gangguan orang dan sabar memanggulnya karena Allah.
Apabila telah sempurna empat martabat ini maka ia termasuk Rabbaniyun. Hal ini karena para salaf sepakat menyatakan bahwa seorang alim (ulama) tidak berhak disebut Rabbani sampai mengenal kebenaran, mengamalkannya dan mengajarkannya. Sehingga orang yang berilmu, beramal dan mengajarkannya sajalah yang dipanggil sebagai orang besar di alam langit.
1. Jihad memeranginya untuk belajar petunjuk ilahi dan agama yang lurus yang menjadi sumber keberuntungan dan kebahagian dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Siapa yang kehilangan ilmu petunjuk ini maka akan sengsara di dunia dan akhirat.
2. Jihad memeranginya untuk mengamalkannya setelah mengetahuinya. Kalau tidak demikian, maka sekadar hanya mengilmuinya tanpa amal, jika tidak membahayakannya, maka tidak akan memberi manfaat.
3. Jihad memeranginya untuk berdakwah dan mengajarkan ilmu tersebut kepada yang tidak mengetahuinya. Kalau tidak demikian, ia termasuk orang yang menyembunyikan petunjuk dan penjelasan yang telah Allah turunkan. Dan ilmunya tersebut tidak bermanfaat dan tidak menyelamatkannya dari adzab Allah.
4. Jihad memeranginya untuk tabah menghadapi kesulitan dakwah, gangguan orang dan sabar memanggulnya karena Allah.
Apabila telah sempurna empat martabat ini maka ia termasuk Rabbaniyun. Hal ini karena para salaf sepakat menyatakan bahwa seorang alim (ulama) tidak berhak disebut Rabbani sampai mengenal kebenaran, mengamalkannya dan mengajarkannya. Sehingga orang yang berilmu, beramal dan mengajarkannya sajalah yang dipanggil sebagai orang besar di alam langit.
Adapun jihad memerangi syetan
memiliki dua martabat:
1. Memeranginya untuk menolak syubhat dan keraguan yang merusak iman yang syetan tembakkan kepada hamba.
2. Memeranginya untuk menolak keingininan buruk dan syahwat yang syetan lemparkan kepadanya.
Jihad yang pertama dilakukan dengan yakin dan kedua dengan kesabaran, Allah berfirman:Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS. As-Sajdah: 24)
1. Memeranginya untuk menolak syubhat dan keraguan yang merusak iman yang syetan tembakkan kepada hamba.
2. Memeranginya untuk menolak keingininan buruk dan syahwat yang syetan lemparkan kepadanya.
Jihad yang pertama dilakukan dengan yakin dan kedua dengan kesabaran, Allah berfirman:Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS. As-Sajdah: 24)
Allah menjelaskan bahwa kepemimpinan
agama hanyalah didapatkan dengan kesabaran dan yakin, lalu dengan kesabaran ia
menolak syahwat dan keinginan rusak dan dengan yakin ia menolak keraguan dan
syubhat.
Sedangkan jihad memerangi orang kafir
dan munafiqin, maka memiliki 4 martabat; dengan hati, lisan, harta dan jiwa.
Jihad memerangi orang kafir lebih khusus dengan tangan sedangkan jihad
memerangi orang munafiq lebih khusus dengan lisan.
Sedang jihad memerangi pelaku
kedzoliman, kebidahan dan kemungkaran memiliki 3 martabat; pertama dengan
tangan bila mampu, apabila tidak mampu, pindah dengan lisan, bila juga tidak
mampu maka dengan hati.
Inilah tiga belas martabat jihad dan
barang siapa yang meninggal dan belum berperang dan tidak pernah membisikkan
jiwanya untuk berperang maka meninggal diatas satu cabang kemunafiqan [12]
[13].
Dari keterangan imam Ibnul Qayyim
diatas dapat diambil beberapa pelajaran:
1. Banyak kaum muslimin memahami jihad hanya sekedar jihad memerangi orang kafir saja, ini adalah pemahaman parsial.
2. Sudah seharusnya seorang muslim memulai jihad fi sabilillah dengan jihad nafsi untuk taat kepada Allah dengan cara memerangi jiwa untuk menuntut ilmu dan memahami agama (din) Islam dengan memahami Al Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman salaf sholeh. Kemudian mengamalkan seluruh ilmu yang dimilikinya, karena maksud tujuan ilmu adalah diamalkan. Setelah itu maka memerangi jiwa untuk berdakwah mengajak manusia kepada ilmu dan amal lalu bersabar dari semua gangguan dan rintangan ketika belajar, beramal dan berdakwah. Inilah jihad memerangi nafsu yang merupakan jihad terbesar dan didahulukan dari selainnya.
1. Banyak kaum muslimin memahami jihad hanya sekedar jihad memerangi orang kafir saja, ini adalah pemahaman parsial.
2. Sudah seharusnya seorang muslim memulai jihad fi sabilillah dengan jihad nafsi untuk taat kepada Allah dengan cara memerangi jiwa untuk menuntut ilmu dan memahami agama (din) Islam dengan memahami Al Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman salaf sholeh. Kemudian mengamalkan seluruh ilmu yang dimilikinya, karena maksud tujuan ilmu adalah diamalkan. Setelah itu maka memerangi jiwa untuk berdakwah mengajak manusia kepada ilmu dan amal lalu bersabar dari semua gangguan dan rintangan ketika belajar, beramal dan berdakwah. Inilah jihad memerangi nafsu yang merupakan jihad terbesar dan didahulukan dari selainnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah
menyatakan: “Ketika jihad memerangi musuh Allah yang diluar (jiwa) adalah
cabang dari jihad memerangi jiwa, sebagaimana sabda nabi shallallahu ‘alaih
wa sallam:Mujahid adalah orang yang berjihad memerangi jiwanya dalam
ketaatan kepada Allah dan Muhajir adalah orang yang berhijrah dari larangan
Allah.
Maka jihad memerangi jiwa
didahulukan dari jihad memerangi musuh-musuh Allah yang diluar (jiwa), dan
menjadi induknya. Karena orang yang belum berjihad (memerangi) jiwanya terlebih
dahulu untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan serta belum
memeranginya di jalan Allah, maka ia tidak dapat memerangi musuh yang diluar.
Bagaimana ia mampu berjihad memerangi musuhnya padahal musuhnya yang
disampingnya berkuasa dan menjajahnya serta belum ia jihadi dan perangi. Bahkan
tidak mungkin ia dapat berangkat memerangi musuhnya sebelum ia berjihad
memerangi jiwanya untuk berangkat berjihad?” [14]
Jihad memerangi jiwa hukumnya wajib atau fardhu ‘ain tidak bisa diwakili orang lain, karena jihad ini berhubungan dengan pribadi setiap orang. [15]
3. Para ulama menjelaskan bahwa pintu syetan menggoda manusia ada dua yaitu Syahwat dan Syubhat. Syetan mendatangi manusia dan melihat apabila ia seorang yang lemah iman, dan sedikit ketaatannya kepada Allah, maka syetan menariknya melalui jalan atau pintu syahwat. Dan bila syetan mendapatinya sangat komitmen dengan agamanya dan kuat imannya maka dia akan menariknya dari pintu syubhat, keraguan dan menjerumuskannya kepada kebid’ahan [16].
Jihad memerangi jiwa hukumnya wajib atau fardhu ‘ain tidak bisa diwakili orang lain, karena jihad ini berhubungan dengan pribadi setiap orang. [15]
3. Para ulama menjelaskan bahwa pintu syetan menggoda manusia ada dua yaitu Syahwat dan Syubhat. Syetan mendatangi manusia dan melihat apabila ia seorang yang lemah iman, dan sedikit ketaatannya kepada Allah, maka syetan menariknya melalui jalan atau pintu syahwat. Dan bila syetan mendapatinya sangat komitmen dengan agamanya dan kuat imannya maka dia akan menariknya dari pintu syubhat, keraguan dan menjerumuskannya kepada kebid’ahan [16].
Jihad melawan syetan ini hukumnya
fardhu ‘ain juga karena berhubungan langsung dengan setiap peribadi manusia,
sebagaimana firman Allah:Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata
bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu). (QS. Fathir: 6)
4. Jihad melawan
orang kafir dan munafiqin dilakukan dengan hati, lisan, harta dan jiwa
sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu:Perangilah kaum musyrikin dengan
harta, jiwa dan lisan kalian.
Pengertian jihad melawan orang kafir
dan munafiq dengan hati adalah membenci mereka dan tidak memberikan loyalitas
dan kecintaan serta senang dengan kerendahan dan kehinaan mereka dan sikap
lainnya yang ada dalam Al Qur’an dan sunnah yang berhubungan dengan hati.
Pengertian jihad dengan lisan adalah
dengan mejelaskan kebenaran, membantah kesesatan dan kebatilan-kebatilan mereka
dengan hujjah dan bukti kongkrit. Sedangkan pengertian jihad dengan harta
adalah dengan menafkahkan harta di jalan Allah dalam perkara jihad perang atau
dakwah serta menolong dan membantu kaum muslimin. Adapun jihad dengan jiwa
maksudnya adalah memerangi mereka dengan tangan dan senjata sampai mereka masuk
islam atau kalah, sebagaimana firman Allah,Dan perangilah mereka itu,
sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah
belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan
(lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah: 193)
Dan firmanNya:Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS. At-Taubah: 29)
Dan firmanNya:Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS. At-Taubah: 29)
Kaum kafir dan munafiqin diperangi
dengan keempat jihad diatas. Namun kaum kafir lebih khusus dihadapi dengan
tangan karena permusuhannya terang-terangan. Sedangkan munafiqin dengan lisan
karena permusuhannya tersembunyi dan gamang dalam keadaan mereka dibawah
kekuasaan kamu muslimin, sehingga diperangi dengan hujjah dan dibongkar keadaan
asli mereka serta dijelaskan sifat-sifat mereka, agar orang-orang tahu hal itu
dan berhati-hati dari mereka dan dari terjerumus pada kemunafikan tersebut.
[17]
5. Beliau
mengutarakan jihad memerangi pelaku kezaliman, kebid’ahan dan kemungkaran
dilakukan dengan tiga martabat; dengan tangan, bila tidak mampu maka dengan
lisan dan bila tidak mampu juga maka dengan hati. Hal ini didasarkan pada
hadits Abu Sa’id Al Khudri Radhiaallahu ‘anhu yang berbunyi:Aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaih w sallam bersabda, “Siapa yang melihat
dari kalian satu kemungkaran maka hendaklah merubahnya dengan tangannya,
apabila tidak mampu maka dengan lisannya lalu bila tidak mampu juga maka dengan
hatinya dan itu selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim).
Setiap muslim dituntut berjihad
menghadapi pelaku perbuatan dzalim, bid’ah dan mungkar sesuai dengan
kemampuannya dan dengan memperhatikan kaedah-kaedah amar ma’ruf nahi mungkar.
Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jelaskan dalam
hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi:Sesungguhnya
Rasulullah shollalohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada seorang nabi pun
yang Allah utus pada satu umat sebelumku kecuali memiliki pembela-pembela
(hawariyun) dari umatnya dan sahabat-sahabat yang mencontoh sunnahnya dan
melaksanakan perintahnya, kemudian datang generasi-generasi pengganti mereka
yang berkata apa yang tidak mereka amalkan dan mengamalkan yang tidak
diperintahkan. Siapa yang menghadapi mereka dengan tangannya maka ia seorang
mukmin, siapa yang menghadapi mereka dengan lisannya maka ia seorang mukmin, dan
siapa yang menghadapi mereka dengan hatinya maka ia seorang mukmin. Tidak ada
setelah itu sekecil biji sawi dari iman. (HR. Muslim, Kitab Al Iman
no. 71)
Setiap muslim pasti mampu melakukan
jihad jenis ini dengan hatinya dan itu dengan cara mengingkari dan membenci
kebid’ahan, kedzaliman dan kemungkaran dengan hatinya dan berharap hilangnya
hal-hal tersebut.
Maksud Tujuan Jihad [18]
Satu kepastian bahwa Allah tidak mewajibkan dan mensyariatkan sesuatu tanpa adanya maksud tujuan yang agung. Demikian juga jihad disyariatkan untuk tujuan-tujuan tertentu yang telah dijelaskan para ulama dalam pernyataan-pernyataan mereka. Di sini akan disampaikan sebagian pernyataan tersebut agar dapat kita petik maksud dan tujuan jihad dalam Islam.
1. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan:” Maksud tujuan jihad adalah meninggikan kalimat Allah dan menjadikan agama seluruhnya hanya untuk Allah” [19].
2. Beliau juga menyatakan: “Maksud tuuan jihad adalah agar tidak ada yang disembah kecuali Allah, sehingga tidak ada seorang pun yang berdoa, sholat, sujud dan puasa untuk selain Allah. Tidak berumroh dan berhaji kecuali ke rumahNya (Ka’bah), tidak disembelih sembelihan kecuali untukNya dan tidak bernazar dan bersumpah kecuali denganNya …” [20].
3. Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al Sa’di menyatakan: “Jihad ada dua jenis; pertama jihad dengan tujuan untuk kebaikan dan perbaikan kaum mukminin dalam aqidah, akhlak, adab (prilaku) dan seluruh perkara dunia dan akhirat mereka serta pendidikan mereka baik ilmiyah dan amaliyah. Jenis ini adalah induk jihad dan tonggaknya, serta menjadi dasar bagi jihad yang kedua yaitu jihad dengan maksud menolak orang yang menyerang islam dan kaum muslimin dari kalangan orang kafir, munafiqin, mulhid dan seluruh musuh-musuh agama dan menentang mereka” [21].
4. Syaikh Abdulaziz bin Baaz menyatakan: “Jihad terbagi menjadi dua yaitu jihad Al Tholab (menyerang) dan jihad Al Daf’u (Bertahan). Maksud tujuan keduanya adalah menyampaikan agama Allah dan mengajak orang mengikutinya, mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya islam dan meninggikan agama Allah di muka bumi serta menjadikan agama ini hanya untuk Allah semata, sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an dalam surat Al Baqarah:Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah: 193)
Satu kepastian bahwa Allah tidak mewajibkan dan mensyariatkan sesuatu tanpa adanya maksud tujuan yang agung. Demikian juga jihad disyariatkan untuk tujuan-tujuan tertentu yang telah dijelaskan para ulama dalam pernyataan-pernyataan mereka. Di sini akan disampaikan sebagian pernyataan tersebut agar dapat kita petik maksud dan tujuan jihad dalam Islam.
1. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan:” Maksud tujuan jihad adalah meninggikan kalimat Allah dan menjadikan agama seluruhnya hanya untuk Allah” [19].
2. Beliau juga menyatakan: “Maksud tuuan jihad adalah agar tidak ada yang disembah kecuali Allah, sehingga tidak ada seorang pun yang berdoa, sholat, sujud dan puasa untuk selain Allah. Tidak berumroh dan berhaji kecuali ke rumahNya (Ka’bah), tidak disembelih sembelihan kecuali untukNya dan tidak bernazar dan bersumpah kecuali denganNya …” [20].
3. Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al Sa’di menyatakan: “Jihad ada dua jenis; pertama jihad dengan tujuan untuk kebaikan dan perbaikan kaum mukminin dalam aqidah, akhlak, adab (prilaku) dan seluruh perkara dunia dan akhirat mereka serta pendidikan mereka baik ilmiyah dan amaliyah. Jenis ini adalah induk jihad dan tonggaknya, serta menjadi dasar bagi jihad yang kedua yaitu jihad dengan maksud menolak orang yang menyerang islam dan kaum muslimin dari kalangan orang kafir, munafiqin, mulhid dan seluruh musuh-musuh agama dan menentang mereka” [21].
4. Syaikh Abdulaziz bin Baaz menyatakan: “Jihad terbagi menjadi dua yaitu jihad Al Tholab (menyerang) dan jihad Al Daf’u (Bertahan). Maksud tujuan keduanya adalah menyampaikan agama Allah dan mengajak orang mengikutinya, mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya islam dan meninggikan agama Allah di muka bumi serta menjadikan agama ini hanya untuk Allah semata, sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an dalam surat Al Baqarah:Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah: 193)
Dan dalam surat Al Anfal:Dan
peranglah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata
untuk Allah. (QS. Al-Anfal: 39)
dan ayat yang semakna dengannya banyak.
dan ayat yang semakna dengannya banyak.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam sendiri menyatakan:Aku diperintahkan memerangi manusia hingga
bersaksi dengan syahadatain, menegakkan sholat dan menunaikan zakat. Apabila
mereka telah berbuat demikian maka darah dan harta mereka telah terjaga dariku
kecuali dengan hak islam, dan hisab mereka diserahkan kepada Allah. (Muttafaqun
Alaihi) [22]
Dari keterangan para ulama diatas
jelaslah bahwa maksud tujuan disyariatkannya jihad adalah untuk menegakkan
agama Islam dimuka bumi ini dan bukan untuk dendam pribadi atau golongan
sehingga dibutuhkan sekali pengetahuan tentang konsep islam dalam jihad baik
secara hukum, cara berjihad dan ketentuan harta rampasan perang sebagai satu
konsekwensi dari pelaksanaan jihad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar